TRADISI UPACARA PERNIKAHAN MASYARAKAT PERANAKAN TIONGHOA

TRADISI  TIONGHOA
Wajah sang perempuan terlihat memerah tersipu malu ketika pria pujaan hati perlahan membuka cadar yang menjuntai menutupi seluruh wajahnya. Senyum manis juga tak henti tersungging dari kedua mempelai yang sedang berbahagia tersebut. Dengan nuansa warna merah yang terlihat dari berbagai penjuru ruangan semakin menyemarakkan kebahagiaan yang terpancar dari para undangan.




Selayaknya pernikahan pada umumnya, masyarakat peranakan Tionghoa juga melaksanakan adat pernikahan yang kental dengan budaya. Budaya pernikahan yang diselenggarakan oleh masyarakat peranakan Tionghoa ini memiliki beberapa kesamaan dengan adat pernikahan suku Betawi, seperti pada pakaian yang dipakai oleh mempelai wanita.

Dalam adat pernikahan, masyarakat peranakan Tionghoa akan melaksanakan tiga upacara yang berlangsung selama 3 hari, yaitu, Hari Potong Ayam, Hari Bumbu Masak, dan Hari Pernikahan. Di hari pertama, mempelai wanita akan memotong ayam dan dibumbui dengan 5 bumbu dasar khas masyarakat peranakan Tionghoa pada hari kedua untuk kemudian diserahkan ke mempelai laki-laki ketika hari pernikahan tiba. Hal ini bermakna bakti seorang istri yang akan setia melayani suami kelak.

Selama tiga hari tersebut, di kening mempelai perempuan terpasang tanda simbolis berbentuk huruf V berwarna pink. Jika tanda tersebut dipasang persis seperti huruf V, maka sang mempelai perempuan merupakan seorang gadis atau masih perawan. Namun jika huruf V dipasang terbalik, maka sang mempelai perempuan sudah pernah menikah sebelumnya. Masyarakat percaya jika sang mempelai perempuan berbohong terkait status keperawanannya, huruf V yang dipasang tersebut akan jatuh.

Sebelum melaksanakan pernikahan, kedua mempelai akan menjalani ritual yang dilakukan bersama keluarga masing-masing. Yang pertama, orang tua dan keluarga inti akan melayani kedua mempelai seperti menyisir rambut, memakaikan baju, dan merias kedua mempelai. Hal ini menandakan rasa cinta orang tua sampai akhir sebelum sang anak memulai kehidupan yang baru. Selepas itu, kini giliran sang anak yang melakukan upacara perjamuan teh kepada orang tua. Hal ini merupakan simbol terima kasih anak kepada kedua orang tua yang sudah merawat dan menyayangi anak dengan penuh cinta kasih. Setelah upacara perjamuan teh tersebut, kedua mempelai akan melaksanakan ritual makan dengan 12 mangkuk hidangan yang berbeda rasa. Hal ini menandakan bahwa pernikahan nanti pasti akan merasakan berbagai macam rasa, seperti manis, asam, asin, pahit, dan lain-lain.

Pada hari ketiga, kedua mempelai akan bertemu di rumah orang tua mempelai perempuan dan melangsungkan upacara pernikahan. Zaman dahulu kedua mempelai akan dianggap sah sebagai pasangan suami istri ketika mempelai laki-laki membuka cadar yang menutupi wajah sang mempelai perempuan.  Ada 2 santapan yang biasanya hadir dalam pesta pernikahan masyarakat peranakan Tionghoa, Sup Pengantin dan Pangsit Pengantin. Sup Pengantin merupakan makanan berupa sup yang diisi dengan soun, oyong, potongan cabai, dan udang. Sedangkan Pangsit Pengantin adalah penganan serupa Sup Pengantin namun ditambahkan pangsit sebagai pelengkap. (Sumber: http://kebudayaan.kemdikbud.go.id)


*

إرسال تعليق (0)
أحدث أقدم